Iman Itu...

Ini adalah tulisan saya yang kedua tentang topik keimanan yang pernah saya tulis sebelumnya dimana pada tulisan saya terdahulu disebutkan bahwa iman sesungguhnya adalah milik Tuhan yang kemudian diberikan pada manusia sebagai pedoman dan penunjuk jalan agar dalam menjalankan kehidupan ini manusia itu tak tersesat dan mendapat kebahagiaan lahir bathin sampai akhir hayatnya.
Adapun maksud dari tulisan ini sama sekali bukanlah karena ingin menggurui siapapun, bukan pula untuk menunjukkan bahwa saya lebih tahu tentang iman. Tulisan ini semata-mata adalah pengalaman pribadi saya dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Sebuah proses perenungan yang berlangsung terus menerus selama bertahun-tahun sehingga sangat terbuka kemungkinan terjadinya kesalahan karena bukankah tidak ada manusia yang mutlak benar dengan keputusan-keputusannya.
Kebenaran mutlak hanyalah milik Tuhan penguasa semesta alam, sedangkan manusia adalah tempatnya salah. Itulah sebabnya maka Tuhan menurunkan wahyu melalui utusanNya untuk kemudian disampaikan kembali kepada manusia pada setiap zamannya.
Kalau kita ambil sebuah perumpamaan maka iman itu ibarat benih yang diberikan oleh Tuhan dan dibagi sama rata pada setiap manusia. Yang membedakan adalah bahwa ada manusia yang menerima benih iman itu dengan sukacita, menanam dan merawatnya sampai tumbuh besar dan berbuah lebat. Akan tetapi ada pula manusia yang tidak menerima pemberian Tuhan itu dengan sungguh-sungguh dan tidak pula merawatnya sehingga benih tersebut layu dan busuk sebelum ditanam.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kualitas iman pada diri seorang manusia dapat diukur dari perumpamaan diatas. Kalau pohon keimanan itu tumbuh dengan baik maka iman dalam diri manusia itu akan membawa manfaat yang nyata dan dapat dirasakan oleh orang-orang disekitarnya.
Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang tidak menanam, menyiram, memberi pupuk, menjaga dari serangan ulat dan sebagainya maka benih iman tersebut tentu saja tak akan pernah tumbuh dengan baik sehingga manusia tersebut tak membawa manfaat bagi orang-orang disekelilingnya bahkan sangat mungkin membuat kesulitan bagi orang lain.
Kualitas iman seseorang tidak cukup diukur dari kuantitas ritual ibadah belaka, apabila seseorang itu tak pernah mampu mengimplementasikan ritual ibadah itu dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain seseorang yang tampak rajin dalam menjalankan ibadah akan tetapi tak memiliki belas kasih dengan sesama misalnya, kikir, suka bergunjing dan sebagainya maka dapat disimpulkan bahwa orang tersebut dapat disebut belum beriman. Namun demikian setiap kita tak memiliki hak sedikitpun untuk menilai keimanan orang lain kecuali menilai kualitas iman diri kita sendiri. Hanya diri kita lah yang tahu dengan pasti kualitas iman yang kita miliki tetapi kita tak boleh mengakuinya sebagai seseorang yang sudah beriman karena sekali lagi iman adalah milik Tuhan Yang Maha Kuasa, kita tak layak mengakui memilikinya.
Seseorang yang memiliki kualitas iman yang baik itu ibarat sebatang pohon yang tumbuh berbuah lebat dan rasanya manis. Orang disekitarnya tidak saja dapat menikmati buahnya yang manis itu akan tetapi mereka dapat pula berlindung dari guyuran hujan dan sengatan matahari.
Demikian perumpamaan ini saya sampaikan kali ini semoga bermanfaat.
Terima kasih.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apakah Harus Di Pecut Dulu Agar Kita Sadar.

Kota Yang Terbalik.

Korupsi Di Negeri Agamis.